DAMAI DARI KAMPUNG MODERASI MENGUATKAN KERUKUNAN(Penguatan Moderasi Beragama di RW 08 Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok)
Karya
Tulis Ilmiah
Penyuluh
Agama Islam Award Tahun 2024
Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
DAMAI DARI KAMPUNG MODERASI
MENGUATKAN KERUKUNAN
(Penguatan Moderasi Beragama di RW 08 Kelurahan Limo
Kecamatan Limo Kota Depok)
PEACE FROM THE VILLAGE OF MODERATION
TO STRENGTH THE HARMONIOUS
(Strengthening Religious Moderation in RW 08 Limo Village,
Limo District, Depok City)
JAJANG
SURYANA
(Penyuluh
Agama Kecamatan Limo Kota Depok Provinsi Jawa Barat)
jajangsuryana73@gmail.
Com
Abstrak
Tema penelitian ini adalah penguatan moderasi beragama,
dengan judul: DAMAI DARI KAMPUNG MODERASI MENGUATKAN KERUKUNAN (Penguatan
Moderasi Beragama di RW 08 Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok). Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui peranan Penyuluh Agama Islam dalam menguatkan
moderasi beragama dan peranan dari kegiatan penguatan moderasi beragama yang
telah dilakukan terhadap penguatan kerukunan umat beragama dan toleransi di
Kota Depok.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Sumber data dalam penelitian
kualitatif adalah data deskriptif berupa data tertulis, atau lisan dari
seseorang atau perilaku yang penulis teliti, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan selama penelitian,
dilakukan dengan metode kepustakaan dan lapangan.
Simpulan
dari penelitian ini, peranan penyuluh agama pada penguatan moderasi beragama di
lingkungan RW 08 adalah penguatan dalam bentuk program; bina moderasi beragama
majelis taklim, tokoh lintas agama, dan generasi muda., dengan harapan wawasan warga
semakin luas, mendalam, dan komprehensif, khususnya terkait moderasi beragama.
Dengan program penguatan tersebut kerukunan tetap terjaga dengan baik dan dapat
menjadi model untuk wilayah lain sebagai masyarakat yang hidup rukun, damai,
dan toleran di tengah keragaman.
Kata
kunci: damai, moderasi, kerukunan
Abstract
The
theme of this research is strengthening religious moderation, with the title:
PEACE FROM THE VILLAGE OF MODERATION STRENGTH THE HARMONIOUS (Strengthening
Religious Moderation in RW 08 Limo Village, Limo District, Depok City). The
purpose of this study is to determine the role of Islamic extension workers in
strengthening religious moderation and the role of activities, strengthening
religious moderation that has been carried out to strengthen religious harmony
and tolerance in Depok City.
This
study used a qualitative descriptive approach. Data sources in qualitative
research are descriptive data in the form of written, or oral data from a
person or behavior that the author examines, the rest is additional data such
as documents and others. While the method used to collect the data needed
during the research is carried out by literature and field methods.
The
conclusion of this study is that the role of religious extention workers in
strengthening religious moderation in RW 08 is strengthening in the form of
programs; Fostering religious moderation of the taklim assembly, interfaith
leaders, and the younger generation, with the hope that citizens' insights will
be broader, deeper, and more comprehensive, especially related to religious
moderation. With this strengthening program, harmony remains well maintained
and can be a model for other regions as a harmonious, peaceful, and tolerant
society in the midst of diversity.
keywords:
peace, moderation, harmony
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Saat ini, intoleransi dalam hubungannya dengan
agama sangat sering terdengar gaungnya di tengah masyarakat, baik lewat media
massa cetak maupun elektronik. Konflik etnis yang berujung pada konflik agama
seperti konflik Islam dengan Nasrani di Ambon, Indonesia tahun 1999, konflik
Muslim Palestina dengan Yahudi Israel, Konflik Muslim Seleka dengan Kristen
Anti-Balaka di Republik Afrika Tengah, Konflik Muslim Rohingya dengan pemeluk
Budha di Myanmar, konflik Muslim Uyghur dengan komunis China dan berbagai konflik
atas nama agama lainnya.
Intoleransi beragama semakin menguat
dikarenakan menguatnya perasaan terancam umat beragama satu sama lain. Menurut Jacob Burckhardt (1818-1897), ahli sejarah,
intoleransi beragama dapat dikatakan sebagai bentuk intoleransi yang paling tua
dan mendominasi sikap intoleran sepanjang sejarah di dunia ini. Bahkan
intoleransi rasial dan etnik pada dasarnya mengikuti pola operasional
intoleransi agama.[1]
Sejarah
hubungan antar umat beragama menggariskan bahwa konflik atau kekerasan yang
terjadi atas nama agama tidak pernah terselesaikan secara tuntas sehingga
mengendap menjadi konflik laten. Menyisakan stereotip, perasaan curiga dan
terancam antarumat beragama, serta menjadi pengetahuan sejarah yang distortif
bagi generasi berikutnya.
Di sisi lain, konflik merupakan realitas yang
cukup sulit dipisahkan dengan kehidupan manusia itu sendiri. Bahkan teori
konflik menyatakan bahwa masyarakat pada dasarnya memiliki unsur-unsur konflik.[2]
Dalam konteks teori sumber konflik, Dahrendorf[3]
mengatakan bahwa setiap warga masyarakat atau manusia memiliki sisi ganda yaitu
selain memiliki potensi damai juga memiliki potensi konflik yang sulit
dipisahkan antara satu dengan lainnya, seperti dua sisi mata uang yang sulit
dipisahkan.
‘Abid
al-Jabiri sebagai sosok pakar sosial Islam, secara spesifik mengklasifikan
faktor-faktor yang merupakan embrio adanya konflik menjadi tiga bagian. Pertama; Keragaman Suku (al-Qabilah), Kedua; Persaingan dalam mendapatkan
materi (Ghanimah), Ketiga; Perbedaan
Keyakinan (Aqidah).[4]
Tiga hal yang telah dipaparkan oleh Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, dapat dijadikan
sebagai ‘ibrah (gambaran), bahwa pada dasarnya sumber konflik tidak bisa
terlepas tiga hal tersebut. Terbukti konflik yang terjadi selama ini ialah
berkaitan erat dengan tiga hal tersebut.
Sedangkan menurut sosiolog Hendro Puspito konflik yang bersumber dari
agama antara lain karena: Perbedaan doktrin dan sikap, perbedaan suku dan ras
agama, perbedaan tingkat kebudayaan serta masalah mayoritas dan minoritas
pemeluk agama.[5]
Menyikapi intoleransi beragama,
sebagai bangsa yang sangat beragam, sejak awal para
pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam
berbangsa dan bernegara, yakni NKRI. Indonesia disepakati bukan negara agama,
tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya.
Nilai-nilai agama dijaga dan dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan
adat-istiadat lokal. Beberapa hukum agama juga dilembagakan oleh negara, ritual
agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai.
Negara melalui Kementerian Agama berupaya menguatkan
kerukunan dan perdamaian bangsa Indonesia melalui moderasi beragama. Moderasi, secara etimologis berasal
dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak
kekurangan). Kata itu juga berarti “penguasaan diri” (dari sikap sangat
kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua
pengertian kata ‘moderasi’, yakni: 1. n
pengurangan kekerasan, dan 2. n penghindaran keekstreman. Berrsikap moderat
berarti bersikap wajar, biasabiasa saja, dan tidak ekstrem.
Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan
dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak
berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal
keyakinan (belief), moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain
sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.
Moderasi juga berarti ‘’sesuatu yang terbaik’’. Sesuatu
yang ada di tengah biasanya berada di antara dua hal yang buruk. Contohnya
adalah keberanian. Sifat berani dianggap baik karena ia berada di antara sifat
ceroboh dan sifat takut. Sifat dermawan juga baik karena ia berada di antara
sifat boros dan sifat kikir.
Dalam tulisan ini akan dikupas peranan penyuluh agama
islam dalam kegiatan penguatan moderasi beragama melalui kegiatan bimbingan
atau penyuluhan.
2.
Tinjauan Literatur
Moderasi
beragama dalam tinjauan Iskam berasal dari kata al-wasathiyyah‟ bersumber dari kata al-wasth
(dengan huruf sin yang di-sukûn-kan) dan al-wasath (dengan
huruf sin yang di-fathah-kan) keduanya merupakan isim mashdâr
dari kata kerja wasatha. Definisi
sederhana, makna wasathiyyah secara terminologis bersumber dari
makna-makna yang secara etimologis artinya suatu karakteristik terpuji yang
menjaga seseorang dari kecenderungan bersikap ekstrem.[6]
Dari
pengertian dasar wasathiyyah, dalam kamus-kamus bahasa Arab ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa konsep wasathiyyah secara etimologi memiliki
dua pengertian besar yaitu: Pertama, sebagai kata benda (ism)
dengan pola zharf yang lebih
bersifat kongkrit (hissî), yaitu sebagai perantara atau penghubung (interface/
al-bainiyyah) antara dua hal atau dua kondisi atau antara dua sisi yang
berseberangan.
Kedua, lebih bersifat abstrak (theoretical) yang
berarti adil, pilihan utama dan terbaik (superiority/ al-khiyâr). Syekh Raghib al-Ashfahani (w.502 H)
memberikan makna sebagai titik tengah, tidak terlalu ke kanan (ifrâth)
dan tidak pula terlalu ke kiri (tafrîth), yang mana didalamnya terdapat
kandungan makna kemuliaan, persamaan dan keadilan (al-a’dl).[7]
Dalam
penggunaan sehari-hari, wasath merujuk pada sikap yang berada di
tengah-tengah antara berlebihan (ghuluw) dan kurang (qasr). Parameter berlebihan dan kurang dalam konteks
sikap tersebut adalah batas-batas aturan yang ditetapkan agama.[8]
Ulama
besar Syekh Yusuf al-Qardhawi menjelaskan, wasathiyyah disebut juga
dengan at-tawâzun, yaitu upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi/
ujung/ pinggir yang berlawanan atau bertolak-belakang, agar jangan sampai yang
satu mendominasi dan menegasikan yang lain.[9]
Kata
wasatha disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak 5 kali dengan makna yang
disesuaikan dengan konteksnya, diantaranya; fawasthna (tengah-tengah
pasukan) dalam QS. al-‘Adiyāt: 5, awsath (makanan yang biasa dimakan)
dalam QS. al-Mā’idah: 89, awsathuhum (orang yang bijak) dalam QS. al-
Qalam: 28, al-wustho (shalat wustho/ ashar) dalam QS. al-Baqarah:
238 dan wasatha (umat yang tengah) dalam QS. al-Baqarah ayat 143.[10]
Moderasi, kalau dianalogikan
adalah ibarat gerak dari pinggir yang selalu cenderung ke arah pusat atau sumbu
(centeipetal), sedangkan ekstremisme adalah gerak sebaliknya menjauhi pusat
atau sumbu, menuju sisi terluar dan ektrem(centrifugal). Berdasar analogi tersebut, dalam konteks
beragama, bersikap moderat adalah merupakan pilihan untuk memiliki cara
pandang, sikap, dan perilaku di tengah-tengah di antara pilihan ekstrem yang
ada, sedangkan ektremisme beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku
melebihi batas-batas moderasi dalam pemahaman dan praktik beragama. Dengan
demikian moderasi beragama dapat
dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di
Tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Berdasarkan hal tersebut,maka dapat
dinyatakan bahwa sesungguhnya moderasi beragama merupakan kunci untuk
terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di Tingkat lokal, nasional, maupun
global[11].
3.
Permasalahan
Diantara masalah di kota depok adalah terkait dengan perolehan Indeks
kerukunan Umat Beragama(KUB) dari LK3P UI, tahun 2023 di angka 73,43(Tren
peningkatan dari tahun sebelumnya 2022 di angka 65,2.(Cukup rukun). Di sisi
lain, adanya hasil survai yang lain dari SETARA Innstitut, yang menempatkan
Kota Depok sebagai kota intoleran dengan Indeks Kota Toleran(IKT) tahun 2023
terendah; peringkat 94 dari 94 kota di Indonesia. Dengan demikian, berikut rumusan
masalah yang akan didalami lebih lanjut:
a.
Bagaimana peranan Penyuluh Agama Islam dalam
menguatkan moderasi beragama di kelurahan Limo Kota Depok?
b.
Bagaimana peranan kegiatan penguatan moderasi
beragama dalam menguatkan indeks kerukunan umat beragama dan toleransi di Kota
Depok?
4.
Tujuan Penelitian
a.
untuk mengetahui peranan Penyuluh Agama Islam dalam
menguatkan moderasi beragama di kelurahan Limo Kota Depok.
b.
untuk mengetahui peranan kegiatan penguatan moderasi
beragama dalam rangka memberi kontribusi nyata dalam menguatkan indeks
kerukunan umat beragama di Kota Depok dan harapan ke depannya Kota Depok
termasuk kategori kota toleran.
5.
Metode Penelitian
Penelitian
pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk
lebih membenarkan kebenaran secara keilmuan. Metode penelitian pada dasarnya
adalah bagaimana seorang peneliti mengungkapkan sejumlah cara yang diatur
sistematis, logis, rasional dan terarah tentang pekerjaan sebelum, ketika dan
sesudah mengumpulkan data, sehingga diharapkan mampu menjawab secara ilmiah
perumusan masalah (problem akademik).[12]
Untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh terhadap permasalahan peranan penyuluh agama dalam penguatan
moderasi beragama di kota Depok, maka penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber
data dalam penelitian kualitatif adalah data deskriptif berupa data tertulis,
atau lisan dari seseorang atau perilaku yang penulis teliti, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data-data yang diperlukan selama penelitian, dilakukan dengan metode
kepustakaan dan lapangan.
B.
Hasil dan Pembahasan
1. Kondisi
Geografis Wilayah Binaan
Kelurahan Limo merupakan salah satu
kelurahan dari 4 kelurahan di kecamatan Limo Kota Depok, terdiri dari 16 RW,
salah satunya RW 08, dengan batas wilayah:
a.
Sebelah utara
berbatasan dengan RT 01/07 Kel. Limo jl. Sasak raya,
b.
Sebelah selatan
berbatasan dengan RT 04/09 Kel Limo jl. Irigasi ujung,
c.
Sebelah Timur
berbatasan dengan Kel. Krukut jl. Rawa jati dan jln irigasi, dan
d.
Sebelah barat
berbatasan dengan RT 01/11 Kel. Limo jl. Wisma Cakra raya dan jl. Bona.
2. Mata
Pencaharian Warga
Adapun berdasarkan mata pencaharian
atau pekerjaan penduduk: Perkantoran, bangunan, pertanian, peternakan,
perdagangan, guru, jasa, dan yang lainnya. Di bidang pertanian ada sekitar 35
orang dengan budidaya sayuran; bayam, kemangi, dan yang lainnya menjadi salah
satu penopang ekonomi warga. Ada juga yang sifatnya ditanam musiman seperti
timun suri dan blewah, yang biasanya dipanen pada bulan Ramadhan.
Disamping hal tersebut, juga ada
beberapa jenis usaha UMKM yang dikelola oleh warga keturunan tionghoa, yang
berlokasi di RT.05/08 Limo yaitu ayam bakar pupuy dengan karyawan ada 20 orang,
yang sudah punya beberapa cabang di Kawasan Limo, Cinere, dan sekitarnya. Usaha
tersebut sangat membantu menambah income dan penghasilan keluarga tionghoa. Ada
juga jenis kerajinan yaitu sangkar burung kijau dengan karyawan 10 orang, yang
juga jadi andalan penghasilan warga sejak tahun 1990n. Ada juga usaha Arang
batok yang memiliki karyawan 9 orang.
3. Data
Potensi Wilayah Kampung Moderasi Beragama(KMB)Limo
Wilayah RW 08, berdasar musyawarah dengan camat Limo
dan melibatkan lurah Kelurahan Limo di mana lokasi RW 08 berada, telah
disepakati untuk diitetapkan sebagai kampung moderasi beragama.
Pada tanggal 20 Maret 2023, kepala
KUA kecamatan Limo Kota Depok membentuk kelompok kerja kampung moderasi
beragama Kecamatan Limo dengan surat
keputusan tentang pembentukan kelompok
kerja kampung moderasi beragama dengan nomor: B. 175/KUA.10.
22.02/PW.01/III/2023.
Selanjutnya, tanggal 18 Juli 2023 kepala kantor
kementerian Agama kota Depok membuat keputusan tentang pembentukan kelompok
kerja(Pokja) kampung moderasi beragama(KMB) di lingkungan kantor kementerian
agama kota Depok Nomor: 651 tahun 2023 dan menetapkan kampung moderasi
beragama dengan surat keputusan kepala
kantor kementerian agama kota Depok no. 652 tahun 2023.
Sebagai tambahan beberapa tahun
sebelumnya wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai kampung pembauran. Ada
lagi yang menyebut kampung Tionghoa karena ada etnis tionghoa di dalamnya dan
wilayah tersebut ada bangunan dan ornamen bernuansa oriental, dalam hal ini
tionghoa; ada Gedung Aula Babah Alun dan Gapura (Gambar 1 dan 2)
Gambar
1: Aula Babah Alun
Gambar
2: Gapura
Wilayah RW 08 terdiri dari 5 RT. Penduduk di setiap RT beragam agama dan
etnis.
Berdasarkan Agama , dari jumlah penduduk 1.494 jiwa,:
a.
Islam.
: 1.238 (82%),
b.
Kristen
: 146 (. 9%),
c.
Katolik. :
55 (. 3%),
d.
Konghucu: 55(.
3%).
Rumah ibadah yang ada di RW 8 ada 2 masjid, yaitu
masjid Nurul falah dan masjid Assuburiyah.
Adapun tempat ibadah bagi non muslim adanya di luar
wilayah RW 8.
Adapun berdasar etnis, terdiri dari beragam etnis;
Betawi, Sunda, Jawa, Cina, Batak,
madura, Manado, Padang, Lampung dan yang lainnya.
Di RW 8 juga terdapat makam keluarga tionghoa (Gambar
3),di samping ada makam yang Katolik dan Kristen. Sementara pemakaman umat
Islam di TPU Kp. Sasak, TPU Krukut Raya, dan TPU Kopo.
Gambar
3: Makam Keluarga Tionghoa
4. Kegiatan Program Kampung Moderasi Beragama
a. Pada tanggal 15 Juni Pokja kampung moderasi
beragama mengadakan rapat untuk persiapan sosialisasi Kampung Moderasi Beragama
di sekretariat Pokja dan sekaligus silaturrahmi dengan tokoh lintas agama dan
etnis di lingkungan RW 08 Kelurahan Limo
kecamatan Limo Kota Depok
b. Pada tanggal 05 Juli 2023 bersama ketua Pokja KMB
melakukan koordinasi dengan camat Limo dan Lurah limo di ruang kerja camat Limo
terkait rencana kegiatan sosialisasi KMB dan rencana launching KMB serentak
secara nasional.
c. Pada tanggal 20 Juli 2023 diadakan sosialisasi
untuk masyarakat di lingkungan RW 08 dengan melibatkan stakeholder terkait dan
tokoh masyarakat, diselenggarakan di gedung Aula Babah Alun RW 08 yang
karakteristik bangunannya kental dengan nuansa tionghoa.
d. Pada tanggal 26 Juli 2023 Pokja KMB Limo, Para
tokoh lintas agama dan masyarakat dan stakeholder terkait mengikuti acara
launching KMB serentak secara nasional via zoom
5.Pengembangan KMB RW 8 Limo
Untuk pengembangan KMB kec. Limo, setelah dilakukan pendalaman berdasar
data-data yang ada, dengan harapan kerukunan dan kedamaian warga dapat terus terjaga dengan baik, maka dilakukan program-program
untuk penguatan moderasi beragama , baik yang dilakukan secara rutin atau yang
bersifat insidental disesuaikan dengan kebutuhan sebagai upaya untuk mencegah
hal-hal yang tidak diharapkan:
a. Bina
Moderasi Beragama Majelis Taklim(BMBMT) Nurul falah RW 08, dilaksanakan rutin
setiap pekan. (Gambar 4)
Gambar
4: Suasana Pengajian MT Nurul Falah
b.
Bina Moderasi
Beragama tokoh lintas agama dan etnis
yang dikemas dengan nama: Bincang Santai Moderasi Beragama(BSMB).
Pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan. (Gambar 5)
Gambar
5: Suasana setelah Bincang Santai Moderasi Beragama
c.
Bina Moderasi
Beragama Remaja(BMBR), sasaran kegiatan ini adalah generasi muda termasuk di
dalamnya usia remaja dan pemuda, yang dalam hal ini karang taruna RW 08.
(Gambar 6 dan 7)
Gambar
6: Pengajian Remaja
Gambar
7: Karang taruna RW 08
Di samping hal tersebut, pengembangan
yang perlu dilakukan ke depan adalah dengan meningkatkan sasaran dan memperluas
kemitraan penguatan moderasi beragama seperti pada bidang ekonomi, agar
berdampak positif pada peningkatan perekonomian warga, termasuk diajukannya wilayah tersebut sebagai wilayah
destinasi wisata kampung moderasi beragama, sehingga bisa memberi inspirasi
bagi wilayah yang lainnya di tanah air tercinta NKRI sebagai
model Masyarakat yang hidup rukun, ramah, damai, dan toleran, dan damai di tengah
keragaman.
C.
Kesimpulan
1.
Peran penyuluh
agama pada penguatan moderasi beragama di lingkungan RW 08 Limo adalah dengan
memberikan penguatan dalam bentuk program; bina moderasi beragama di majelis
taklim, tokoh lintas agama, dan remaja di mana yang jadi sasaran adalah
generasi muda, yang dalam hal ini karang taruna RW 08. Dengan program-program
tersebut, besar harapan wawasan warga masyarakat semakin luas, mendalam, dan
komprehensif khususnya terkait moderasi beragama dan dapat mengimplementasikan
dalam kehidupan.
2.
Peranan dari penguatan
moderasi beragama dengan program yang telah dilakukan, berdampak terjaganya kerukunan,
kedamaian dan toleransi di lingkungan RW 08 Limo. Hal tersebut, pada gilirannya
akan berdampak positif pada meningkatnya indeks kerukunan di Kota Depok dan ke
depannya termasuk kategori kota yang toleran.
Dalam pada itu, ke depannya perlu
terus dilakukan pengembangan dengan
meningkatkan sasaran, memperluas kemitraan, dan menjadikannya sebagai destinasi wisata kampung moderasi
beragama yang dapat menginspirasi untuk wilayah yang lain di Kota Depok, bahkan
lebih luas lagi, sebagai model Masyarakat yang hidup rukun, ramah, damai, dan toleran,
dan damai di tengah keragaman.
[1] Ichsan Malik, Resolusi
Konflik; Jembatan Perdamaian, (Jakarta: PT. Gramedia, 2017), 83.
[2] Sindung
Haryanto, Spektrum Teori Sosial; Dari Klasik Hingga Postmodern, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), 39.
[3]
Ritha Safithri, “Mediasi Dan Fasilitasi Konflik
Dalam Membangun Perdamaian”, Jurnal
ACADEMICA Fisip Untad Vol.03 No. 02 Oktober 2011, sebagaimana yang ia
kutip dari Ralf Dahrendorf, Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat
Industri; sebuah Analisa-Kritik, CV.Rajawali: 1986.
[4]
Muhammad Abid Al-Jabiri, Al-Aql
Al-Siyyasi Al-Araby, (Markas Dirasat Al-Wahdah Al-Arabiyyah, Bairut :
1990).
[5]
Sukring, “Solusi Konflik Sosial dalam Perspektif al-Qur’an”, Millati, Journal of Islamic Studies and
Humanities, Vol. 1 No. 1 Juni 2016, 103-122.
[6] Rusydiah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No.
2, Desember 2020 http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/rusydiah, h. 145
[7] Raghib al-Ashfahani, Mufradat fi Gharib
Al-Quran (Beirut: Dar Al-Qalam, 1992), h. 513
[8] Ahmad Dimyati, Islam
Wasatiyah Identitas Islam Moderat Asia Tenggara dan Tantangan Ideologi. Islamic
Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman Vol. VI No.2 Tahun 2017.
[9] Yusuf Qardhawi, Al Khasais al-Ammah li
al-Islam (Beirut: al Muassasah al-Risalah, 1983), h. 127
[10] Komisi Dakwah MUI Pusat, Panduan Dakwah
Islam Wasathiyah Bagi Dewan Kemakmuran Masjid dan Majelis Taklim, h. 4
[11] Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Ali, Moderasi Beragama, Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019, h.17-18
[12] M. Mansyur, M.Chirzin, dkk, Metodologi
Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2007,71.
Daftar Pustaka
Ahmad Dimyati, Islam Wasatiyah Identitas Islam Moderat Asia Tenggara dan
Tantangan Ideologi. Islamic Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman
Vol. VI No.2 Tahun 2017.
Al-Raghib al-Ashfahani, Mufradat fi Gharib Al-Quran (Beirut: Dar Al-Qalam,
1992)
Al-Quranul-Karim
Ichsan Malik, Resolusi Konflik; Jembatan Perdamaian, (Jakarta: PT. Gramedia,
2017)
Komisi Dakwah MUI Pusat, Panduan Dakwah Islam Wasathiyah Bagi Dewan
Kemakmuran Masjid dan Majelis Taklim
Muhammad Abid Al-Jabiri, Al-Aql Al-Siyyasi Al-Araby, (Markas Dirasat Al-
Wahdah Al-Arabiyyah, Bairut : 1990).
M. Mansyur, M.Chirzin, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
(Yogyakarta: Teras, 2007
Ritha Safithri, “Mediasi Dan Fasilitasi Konflik Dalam Membangun
Perdamaian”, Jurnal ACADEMICA Fisip Untad Vol.03 No. 02 Oktober
2011
Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial; Dari Klasik Hingga Postmodern,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012)
Sukring, “Solusi Konflik Sosial dalam Perspektif al-Qur’an”, Millati, Journal of
Islamic Studies and Humanities, Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Tantangan Ideologi. Islamic Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman Vol. VI
No.2 Tahun 2017.
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Ali, Moderasi Beragama, Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019
Yusuf Qardhawi, Al Khasais al-Ammah li al-Islam (Beirut: al Muassasah al-
Risalah, 1983)
Internet
Rusydiah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 2, Desember 2020
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/rusydiah
Wawancara
Edwar (Tokoh Islam, Ketua DKM Nurul Falah), Wawancara oleh Jajang
Suryana di wilayah RW 08, Tanggal 17 Maret 2023
Herman, Engkay(Tokoh Tionghoa), Wawancara oleh Jajang Suryana di
wilayah RW 08, Tanggal 15 Maret 2023,
Mukri(Tokoh Kristen), Wawancara oleh Jajang Suryana di
wilayah RW 08, Tanggal 15 Maret 2023
Suherman, Ahmad(Ketua RT 05/08 Kelurahan Limo), Wawancara oleh Jajang
Suryana di wilayah RW 08, Tanggal 16 Maret 2023
Supriyadi, Mohamad (Ketua RW 08), Wawancara oleh Jajang Suryana di
wilayah RW 08, mulai tanggal 15 Maret 2023